Jakarta - Untuk kedua kalinya rencana rapat Komisi VII
DPR dengan Menteri BUMN Dahlan Iskan kembali batal. Rencananya acara
itu membahas hasil audit BPK terhadap PLN yang membuat kerugian negara
Rp 37 triliun.
"Fokus kita ini untuk bahas audit BPK terhadap
PLN tahun 2009/2010, dimana pada saat itu dipimpin oleh Dahlan Iskan
ketika menjadi Dirut PLN," kata Anggota Komisi VII dari Partai PAN,
Alimin Abdullah, dalam Raker Komisi VII, Rabu malam (24/10/2012).
Jika fokus atau obyek audit BPK adalah mantan Dirut PLN yakni Dahlan Iskan yang kebetulan saat ini menjadi Menteri BUMN.
"Karena Dahlan Iskan tidak hadir rapat ini kita tunda dahulu," kata Alimin.
Bahkan
menurut Tomi Adrian Firman, Anggota Komisi VII dari Fraksi PPP, jika
Dahlan kembali tidak dihadiri, ia meminta sesuai aturan tata tertib DPR
MD III, jika kembali tidak menghadiri undangan maka bisa dipanggil
paksa.
"Jika ada pejabat yang tidak menghadiri panggilan DPR
setelah 3 kali dipanggil maka berdasarkan MD/III bisa dipanggil paksa,"
tandas Tomi.
Bisa Dipanggil Paksa Polisi
Wakil Ketua Komisi
VII, Achmad Ferial, DPR akan undang Dahlan Iskan untuk ketiga kalinya,
kalau tidak datang juga maka akan dipanggil paksa.
"Kita panggil
lagi untuk ketiga kalinya, sampai tidak datang akan dipanggil paksa,
panggil paksanya dengan polisi," tegas Achmad kepada wartawan di Ruang
Komisi VII, Rabu (24/10/2012).
Menurut Achmad pemanggilan paksa tersebut jelas diatur dalam Tata Tertib DPR MD/III.
"Ada
aturannya, MD/III itu undang-undang, pemanggilan paksanya itu
landasannya undang-undang siapa saja walaupun dia itu Menteri," tandas
Achmad.
Sebelumnya, Direktur Utama PLN Nur Pamudji sekarang ini, menjelaskan
pemborosan PLN Rp 37 triliun di 2009/2010 tersebut terjadi karena tidak
adanya pasokan gas ke PLTG. "Karena nggak ada gas," ucapnya. Ini
mengakibatkan pembangkit listrik PLN masih harus menggunakan BBM yang
harganya lebih mahal.
Menurutnya
tidak adanya pasokan gas ke PLN karena Kementerian ESDM dan BP Migas
memiliki prioritas tersendiri untuk pasokan gas. "Itu ada Permen ESDM
nomor 3 tahun 2010 terkait prioritas gas," jelasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri ESDM, Rudi Rubiandinimengatakan, penyebab pemborosan yang ditemukan BPK dikarenakan tata niaga gas.
"Ada
priotitas peruntukkan gas, di mana prioritas pertama untuk injeksi
produksi minyak (minyak duri yang dikelola Chevron), untuk listrik,
untuk pupuk dan terakhir untuk industri," kata Rudi.
Dikarenakan prioritas gas tersebut, alokasi gas untuk PLN tidak ada.
"Betul
(karena prioritas gas). Tapi kan barangnya nggak ada. Barangnya nggak
ada. Lagipula, masalahnya adalah mau ke mana ini didahulukan. Waktu itu
kan harus injeksi uap nomor satu, baru PLN, lalu pupuk yang terkahir
baru industri. Itu yang jadi masalah. Karena pada saat itu ketika gas
shortage, kalau nggak salah 20 hari, karena sesuai permen itu yang
dilakukan," ungkap Rudi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar